Minggu, 03 Januari 2010

Makalah Tentang Pemilu

BAB I
PENDAHULUAN
Pemilu merupakan ekspresi perilaku politik yang mampu menjadi indikator dalam menunjukkan kematangan berpolitik, mulai dari lingkup individu, komunitas dan golongan, maupun secara nasional. Proses pemilu baik dalam memilih anggota legislatif pusat dan daerah, maupun memilih presiden dan wakil presiden, memerlukan ragam tahapan yang saling berkesinambungan. Mulai dari penyusunan undang-undang, peraturan pemerintah, pembentukan institusi pelaksana dan pengawas pemilu, legalitas partai-partai politik peserta pemilu, penentuan para calon legislatif, penentuan calon presiden dan wakil presiden, sampai penyusunan daftar pemilih yang berhak mengikuti pemilu. Ragam tahapan yang berkesinambungan tersebut merupakan rangkaian proses sebagai sebuah pembuktian berjalannya demokrasi pada jalurnya. Hasil dari rangkaian proses inilah yang menjadi penanda akan kualitas kematangan berpolitik.
Dalam Pemilu 2009 yang telah diselenggarakan tahun lalu, jumlah pesertanya mencapai 34 partai politik nasional yang ditetapkan sebagai peserta Pemilihan Umum 2009. Terdiri dari 16 parpol lama yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan 18 parpol baru yang lolos verifikasi faktual. Selain itu masih ditambah lagi dengan 6 partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam sebagai peserta Pemilu 2009. Komisi Pemilihan Umum juga telah menetapkan jumlah pemilih untuk Pemilu 2009 sebesar 171.068.667 orang. Jumlah itu berasal dari pemilih dalam negeri dari 33 provinsi sebesar 169.558.775 orang dan pemilih luar negeri dari 117 perwakilan Indonesia di luar negeri sebanyak 1.509.892 orang.
Sesuai dengan amanat UUD 1945, Pasal 22 E ayat (5) bahwa pemilihan umum (Pemilu) harus diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. UUD 1945 hasil amandemen itu telah secara tegas menetapkan bahwa tidak ada lembaga lain yang berhak menyelenggarakan Pemilu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aspek operasional yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum selanjutnya dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD. Sesuai dengan amanat UU itu, maka tugas KPU meliputi: penyelenggaraan seluruh tahap pelaksanaan Pemilu sesuai amanat UU 10/2008 tentang Pemilu, pendaftaran pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu, pemetaan daerah pemilihan, penetapan jumlah kursi DPRD setiap daerah otonom, pengadaan dan distribusi logistik Pemilu, penataan penyelenggaraan kampanye, penetapan tempat pemungutan suara (TPS), pemungutan dan penghitungan suara, pengiriman hasil penghitungan suara, penetapan calon terpilih, penentuan sistematisasi dan publikasi hasil Pemilu, serta evaluasi penyelenggaraan Pemilu usai dilangsungkannya Pemilu.
BAB II
PEMBAHASAN
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebuah lembaga independen pemerintah telah menetapkan tanggal 9 April 2009 adalah hari Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2009 untuk pemungutan suara bagi warna negara Indonesia yang telah terdaftar dan memiliki hak pilih. Awalnya KPU menetapkan tanggal 5 April 2009 sebagai hari pemungutan suara, namun diubah dengan pertimbangan dari Presiden, Mendagri dan MK.
Kita semua berharap pelaksanaan Pemilu akan semakin baik jauh dari kecurangan, kekerasan dan dilakukan dengan damai dan aman. Sangat diharapkan semua rakyat Indonesia yang merasa memiliki hak pilih untuk dapat menggunakannya secara bijak dan dengan besar hati mengakui keabsahan dari pelaksanaan Pemilu 2009 nanti karena pada intinya ini adalah proses demokrasi bangsa untuk menuju kesejahteraan masyarakat banyak dan untuk kita semua. Hidup Indonesia!.
Pemilu 2009, baik pemilihan anggota legislatif (DPR, DPRD dan DPD), maupun pemilihan presiden (pilpres) merupakan bagian integral dari proses demokrasi politik nasional, khususnya sejak pasca Orde Baru. Pemilu 2009, adalah yang ketiga setelah 1999 dan 2004. Dibandingkan dengan sebelum 1999, politik Indonesia sudah banyak berubah. Pemilu-pemilu era reformasi berbeda jauh dengan pemilu-pemilu di masa Orde Baru. Selain bersifat multipartai, pemilu-pemilu pasca Orde Baru boleh dikatakan berkembang dinamis.
Sistem pemilu yang diterapkan memang masih merupakan sistem proporsional, yang membedakan dengan sistem distrik. Tetapi, pada praktiknya semakin mengarah ke sistem distrik, sebagai konsekuensi dari derivasi sistem proporsional tertutup (1999) ke “setengah terbuka” atau sistem proporsional dengan daftar calon terbuka (2004), hingga ke sistem proporsional terbuka murni (2009).
Perubahan sistem pemilu tersebut memberikan konsekuensi-konsekuensi tersendiri. Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu 2009 aturan main (electoral law) yang ada, sebagaimana sebelum-sebelumnya, tak lepas dari dinamika politik para pengambil keputusan. Pihak DPR, yang tentu saja didominasi oleh kepetingan partai-partai politik, khususnya yang sudah “mapan”, telah bekerja sedemikian rupa dalam “menyempurnakan” paket UU bidang politik. Walhasil, disepakatilah UU tentang Pemilu yang mencatatkan adanya derivasi sistem proporsional yang disebut sebagai sistem proporsional terbuka terbatas. Intinya, sama dengan sistem sebelumnya, hanya angka dukungan keterpilihan atas bilangan pembagi pemilih (BPP) diturunkan dari 100 persen menjadi 30 persen.
DPR juga menyepakati, dan tentu ini bagian dari suatu kompromi politik antara “fraksi-fraksi besar” dan “fraksi-fraksi kecil” (berisi wakil-wakil rakyat dari partai-partai politik yang pada Pemilu 2004 tidak cukup memperoleh angka electoral threshold), bahwa semua partai politik peserta Pemilu 2004 otomatis merupakan peserta Pemilu 2009. DPR telah inkonsisten dengan UU sebelumnya yang secara tegas mengamanatkan agar partai-partai politik di bawah angka electoral threshold, tidak boleh lagi menjadi peserta pemilu.
Sampai pada titik ini, Mahkamah Konstitusi (MK) lantas turut ambil bagian. MK membatalkan pasal keotomatisan partai-partai politik di bawah angka electoral threshold untuk menjadi peserta pemilu. Tetapi, karena keputusan itu ditetapkan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah melangkah jauh dengan tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu yang terjadwal, MK dengan pertimbangannya tersendiri pula, tidak membatalkan kepesertaan mereka pada Pemilu 2009. Sehingga jumlah partai politik peserta Pemilu 2009 tercatat 38 buah di tingkat nasional dan 6 buah khusus untuk pemilu DPRD di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Adapun Parpol peserta pemilu 2009 berjumlah 34, dimana 16 partai politik lama dan 18 partai politik baru yang telah lolos seleksi. Berikut daftarnya dan sekaligus nomor urut partai peserta.

1. Partai Hati Nurani Rakyat (baru)
2. Partai Karya Peduli Bangsa
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (baru)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (baru)
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (baru)
6. Partai Barisan Nasional (baru)
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
8. Partai Keadilan Sejahtera
9. Partai Amanat Nasional
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (baru)
11. Partai Kedaulatan (baru)
12. Partai Persatuan Daerah (baru)
13. Partai Kebangkitan Bangsa
14. Partai Pemuda Indonesia (baru)
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
16. Partai Demokrasi Pembaruan (baru)
17. Partai Karya Perjuangan (baru)
18. Partai Matahari Bangsa (baru)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
20. Partai Demokrasi Kebangsaan
21. Partai Republik Nusantara (baru)
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya
24. Partai Persatuan Pembangunan
25. Partai Damai Sejahtera
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (baru)
27. Partai Bulan Bintang
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
29. Partai Bintang Reformasi
30. Partai Patriot (baru)
31. Partai Demokrat
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (baru)
33. Partai Indonesia Sejahtera (baru)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (baru)

Lantas, MK juga membatalkan pasal yang menegaskan bahwa pemilu akan menerapkan sistem proporsional terbuka terbatas, dan menetapkan bahwa keterpilihan calon anggota legislatif ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Dengan demikian, MK telah berperan sangat penting dalam merubah electoral law ke arah penerapan sistem proporsional terbuka murni. Lagi-lagi, keputusan MK itu mengecewakan banyak partai politik yang kadung mengagungkan nomor urut, dan meletak-letakkan caleg mereka ke “sembarang tempat”, akibatnya banyak caleg yang “salah letak” karena tak punya akar kuat di daerah pemilihan (dapil) di mana ia berada.
"Banyaknya pilihan yang ditawarkan kepada pemilih akan menyebabkan kebingungan masyarakat, kesulitan memfokuskan pilihan pada parpol atau caleg, belum lagi kondisi demokrasi ini akan semakin parah jika suara golput lebih banyak dari keseluruhan potensi suara masyarakat Indonesia," kata Iwan Hartanto, pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang di Semarang, Selasa (23/9).
Selain itu, kata Iwan keterbukaan kesempatan yang terlalu luas akan menyebabkan kurangnya kredibilitas dan kompetensi caleg sebagai politisi. Hal ini sudah terindikasi dengan kehadiran politisi-politisi 'karbitan' di beberapa partai.
Sedang bagi orang-orang yang sudah cukup memiliki karir di panggung politik dengan mudahnya melenggang ke armada lain yang semakin menunjukkan bahwa yang mereka kejar adalah kekuasaan dan bukan pengabdian.
Konsekuensi Demokrasi Ekstra Liberal
Apa konsekuensi lain dari keputusan “revolusioner” MK tersebut? Penulis pernah mengulas soal ini di Harian Kompas (12/1/2009), yang intinya bahwa keputusan MK tentang perolehan suara terbanyak bagi caleg ke Senayan kian menegaskan format demokrasi langsung kita dan kian meneguhkan, demokrasi kita ekstra liberal3 berbasis individu atau “demokrasi pilihlah aku”. Konsekuensi utama atas keputusan itu, semua parpol peserta pemilu tidak lagi memiliki kontrol ketat penentu terpilihnya calon anggota legislatif (caleg). Nomor urut caleg menjadi tak relevan, tergantikan oleh kekuatan tiap individu caleg. Partai hanya berfungsi sebagai kendaraan dan simbol (merek) politik.
Iklan-iklan partai di televisi dan media cetak hanya memperkuat merek politik para caleg. Sebanyak 38 parpol nasional dan enam di tingkat lokal untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah saling beradu merek. Partai-partai lama, khususnya lima besar hasil Pemilu 2004, bersanding dan bersaing satu sama lain, termasuk dengan yang baru. Persaingan simbolik (baik simbol “agama” maupun “non-agama”) dan mengemukanya berbagai jargon dan tema kampanye, tersembul ke dalam berbagai media dan ruang publik.
Modal minimal para caleg “demokrasi pilihlah aku” untuk merebut publik adalah stiker dan spanduk. Ekspresi ketatnya kompetisi politik terpancar dari ribuan wajah caleg plus vote getter masing-masing, terpampang di aneka stiker dan spanduk yang tersebar di mana-mana. Pemandangan ini amat berbeda dengan jalan-jalan Indonesia pada 1955 dan kampanye pada enam kali pemilu Orde Baru serta dua pemilu era reformasi.
Eksperimentasi “demokrasi pilihlah aku” memang masih amat awal. Pada Pemilu 2004, model ini diterapkan untuk pemilu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), selain pemilihan presiden (pilpres) dan berbagai pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dasarnya adalah persaingan antar-individu politik yang didukung partai. Pada pilkada, calon perseorangan dibolehkan dan kelak tak menutup kemungkinan pilpres akan mengakomodasinya sebagai konsekuensi pengejawantahan hak politik individu.
Apa konsekuensi atas praktik “demokrasi pilihlah aku”? Pertama, persaingan antarindividu caleg, bahkan dalam masing-masing partai politik, amat ketat. Masing-masing berebut simpati untuk saling mengungguli. Siapa yang paling aktif mengampanyekan diri (tampil ngepop), dialah yang berpeluang lebih besar daripada yang pasif. Diperlukan banyak modal, khususnya finansial, untuk mendongkrak citra, terutama bagi yang kadar popularitasnya rendah. Pendekatan pragmatis akan banyak digunakan, sepaket dengan politik uang (money politics).
Kedua, jor-joran antarcaleg berisiko menghadirkan aneka intrik dan politiking, antara lain dengan mengemukanya kampanye negatif, bahkan kampanye hitam (black campaign). Soal saling menjatuhkan, mencerminkan egoisme politik “pilihlah aku, jangan yang lain”. Urusannya akan jadi panjang jika terbentur konflik politik yang terbawa-bawa hingga pascapemilu.
Ketiga, karena modal finansial dianggap paling penting, maka terbuka kemungkinan pola “bosisme politik”. Bosisme politik merupakan fenomena yang pernah menggejala di AS, Amerika Latin, dan Filipina. Saat itu, para politisi yang berlaga dibandari para “cukong” dan “mafia”. Mereka memanfaatkan persaingan bebas politik, dengan kekuatan finansial dan jaringan “mafia”, guna memengaruhi secara lembut (politik uang) maupun keras (intimidasi) kepada pemilih (voters). Politik yang keras dan berdarah-darah harus dijauhkan, tetapi apa daya jika egoisme politik lepas kendali.
Keempat, “demokrasi pilihlah aku” juga amat diwarnai adat kebiasaan pemilih. Jika adat kebiasaan itu diwarnai persepsi politik yang bias jender, para caleg perempuan tentu dirugikan. Pertimbangan primordial juga akan mengemuka, khususnya dalam masyarakat tradisional yang preferensi politiknya terbatas. Kelima, kelihatannya model kampanye “door to door” juga marak. Para caleg dan timnya akan turun dari pintu ke pintu, menyapa calon pemilihnya. Kampanye model ini atau yang menyapa langsung masyarakat memang melelahkan, tetapi barangkali lebih efektif ketimbang bentuk kampanye lain.
Keenam, jika sudah terpilih, diperkirakan akan muncul bentuk-bentuk “kesombongan politik baru” dari para elite politik di DPR. Mereka merasa telah begitu ngos-ngosan berebut dukungan dan legitimasi. Bila tersindir sedikit, mereka bisa langsung mengatakan, “Aku ini anggota DPR yang terpilih dengan suara terbanyak.” Ketujuh, dalam jangka panjang, anggota DPR terpilih dituntut untuk pandai-pandai merawat dukungan (konstituen). Kompetensi, kapasitas, dan integritas mereka akan menentukan popularitas, akseptabilitas, dan reelektabilitas kelak. Setelah terpilih, what next? Arena DPR tentu merupakan arena ujian, bukan “bancakan”. Kedelapan, meski banyak pilihan, bukan berarti membuat kelompok golput (non-voters) menipis. Ada lapisan masyarakat yang apatis terhadap banyaknya pilihan dengan alasan substansial maupun teknis. Ini tantangan bagi para caleg dan partai.
Kekhawatiran sejumlah kalangan akan kisruh daftar pemilih tetap pemilu legislatif akhirnya menjadi kenyataan. Hak konstitusi warga negara dikorbankan atas nama undang-undang dan peraturan KPU yang kaku, rancu, dan multitafsir. Apa akar masalahnya?
Meski secara umum berlangsung kondusif, antusiasme masyarakat untuk hadir di tempat-tempat pemungutan suara dapat dikatakan merosot drastis dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Sebagian masyarakat perkotaan memilih berlibur. Mereka yang semula antusias, akhirnya urung ke TPS begitu tahu bahwa beberapa anggota keluarga dan tetangga mereka ternyata tidak terdaftar dalam DPT. Solidaritas antarpemilih untuk tidak menggunakan hak politik mereka menjadi besar menghadapi kenyataan bahwa pemerintah dan jajaran KPU tidak merespons berbagai keluhan warga dengan jelas, tepat, dan bertanggung jawab.
Tidak mengherankan jika tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu kali ini lebih rendah dibandingkan dengan Pemilu 1999 dan 2004. Diperkirakan lebih dari 30 persen pemilih tidak menggunakan hak mereka, baik karena tidak terdaftar dalam DPT, solider terhadap sesama warga yang tidak terdaftar, maupun lantaran kecewa dengan desain format pemilu yang tidak menghargai hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
Pemerintah dan DPR
Selain KPU, pemerintah dan DPR juga turut bertanggung jawab atas semua kekisruhan pemilu. Tanggung jawab pemerintah dan DPR terletak pada kualitas produk perundangan bidang politik yang kental diwarnai politik dagang sapi antarpartai sehingga UU acap kali hanya mewadahi kepentingan jangka pendek partai-partai. Selaku pembentuk UU, pemerintah dan DPR mengabaikan urgensi pelembagaan sistem pemilu yang sederhana, menjamin hak politik rakyat, dan mudah diimplementasikan. Selain itu, pemerintah dan DPR juga turut bertanggung jawab atas kualitas KPU yang sejak awal menuai kontroversi.
Kelalaian pemerintah lainnya terkait dengan lamban dan tertunda-tundanya pengucuran dana, baik untuk pemutakhiran data pemilih, logistik pemilu, maupun untuk keperluan sosialisasi pemilu. KPU mengeluh soal ini sejak awal, tetapi gagal meyakinkan pemerintah dan DPR akan krusialnya masalah dana. Namun, kelalaian terbesar pemerintah (dan pemerintah-pemerintah daerah) adalah kinerja sangat buruk pendataan penduduk sebagai basis bagi KPU menyusun daftar pemilih sementara (DPS) dan DPT.
Penyakit kronis aparat birokrasi yang memperlakukan pendataan pemilih sekadar sebagai ”proyek” adalah faktor penting di balik terdaftarnya warga yang meninggal, para bayi dan anak-anak, atau tidak terdaftarnya para pemilih pemula. Namun, data pemilih yang amburadul tersebut sebenarnya masih bisa diselamatkan jika jajaran KPU melakukan pemutakhiran dan verifikasi data secara benar dan bertanggung jawab.
Kegagalan KPU
Secara yuridis, KPU format baru sebenarnya memiliki kedudukan yang lebih kuat dan independen dibandingkan dengan KPU sebelumnya. Penguatan dan independensi KPU tersebut disepakati pemerintah dan DPR melalui UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Agar kerja KPU lebih fokus, UU yang sama bahkan mengalihkan urusan logistik pemilu dari komisi ke jajaran Sekretariat Jenderal KPU.
Namun, semua itu tampaknya tak berarti ketika kepemimpinan dan manajerial lemah, kinerja tidak fokus dan tanpa prioritas, serta para anggota komisi gagal mengontrol tanggung jawab mereka masing- masing. Pada gilirannya hal ini membuka peluang intervensi sehingga komisi yang semestinya nonpartisan acap kali dipengaruhi tekanan partai atau kepentingan politik lain di luar komisi.
Kegagalan KPU sudah tampak dari jadwal dan tahapan pemilu yang tak konsisten dan berubah-ubah. Selain tidak serius merespons masukan dan koreksi yang disampaikan kepada mereka, KPU juga gagal mengontrol kinerja jajarannya, KPU provinsi dan kabupaten/kota.
Akibatnya, kisruh DPT tak tertangani hingga hari-H pemilu. Ketidakakurasian data pemilu umumnya disebabkan oleh tiga komponen. Ketiga komponen itu mengacu pada prinsip perubahan penduduk di suatu daerah atau negara pada waktu tertentu. Adapun ketiga komponen dimaksud adalah kelahiran, kematian, dan mobilitas penduduk. Diketahui, besaran ketiga komponen itu amat ditentukan oleh waktu, yakni hari-H pelaksanaan pemilu. Kelahiran dalam hal ini bukan murni menurut konsep kelahiran penduduk, melainkan mengacu pada lahirnya calon pemilih saat hari-H pemilu. Boleh jadi, seseorang ketika pendaftaran belum berusia 17 tahun, tetapi pada hari-H pemilu telah berumur 17 tahun.
Sosialisasi dan rekonsiliasi
Untuk menghindari potensi kerawanan data pemilu, ada dua hal yang bisa dilakukan, yakni sosialisasi dan rekonsiliasi. Sosialisasi diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang hak pilih kepada calon pemilih terkait dengan masalah kelahiran (usia 17 tahun ke atas), kematian, dan mobilitas. Sementara itu, rekonsiliasi diperlukan untuk menyamakan persepsi semua partai politik peserta pemilu. Kesamaan persepsi antarpartai politik diperlukan terutama berkaitan dengan keragaman sumber data, baik resmi maupun tak resmi. Secara resmi misalnya data pemilih bisa berasal dari Depdagri, Menko Polhukam, dan KPU. Contohnya, data TPS sebagai representasi jumlah pemilih, untuk sementara menunjukkan perbedaan dari ketiga instansi itu, yakni Depdagri sebanyak 512.188 TPS, Menko Polhukam sebanyak 611.636 TPS, dan KPU sebanyak 528.217 TPS (Tajuk Rencana, Kompas, 5/3).
Sementara itu, sumber data pemilih secara tak resmi bisa berasal dari masing-masing peserta parpol atau LSM. Data pemilu dari sumber tak resmi itu umumnya beredar saat terjadi diskrepansi setelah pengumuman hasil pemilu di masing-masing TPS.
Adapun perlunya kesepakatan dari satu sumber data resmi antara lain karena data calon pemilih kerap dibandingkan dengan data hasil pemilu sehingga penggunaan data yang berbeda-beda berpotensi menimbulkan kekisruhan. Selain acuan sumber data, rekonsiliasi diperlukan untuk menyamakan persepsi soal diskrepansi antara data hasil pendaftaran pemilih dan data hasil pemilu. Kesepakatan diperlukan tentang besarnya diskrepansi yang bisa ditoleransi dan tentang bagaimana menyikapi diskrepansi itu ketika terjadi selisih hasil pemilihan yang sangat kecil antarparpol.
Perbaikan ke depan
Ke depan, sistem stelsel pasif perlu diberlakukan kembali agar hak politik warga negara yang dijamin konstitusi terlindungi. Kedua, perlu dirancang sistem administrasi pemilu yang menjamin akurasi data pemilih dengan identitas kependudukan tunggal sehingga pemberian suara cukup dilakukan dengan menunjukkan KTP atau identitas lain. Perubahan atau penyederhanaan perlu dilakukan atas model surat suara dan format berita acara penghitungan suara. Sistem yang rumit justru membuka peluang penyalahgunaan oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Ketiga, perlu konsistensi penyederhanaan sistem kepartaian sehingga partai peserta pemilu tidak sebanyak sekarang. Untuk itu, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tak hanya perlu dinaikkan persentasenya, tetapi juga harus diberlakukan di tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Penataan kembali sistem pemilu mutlak diperlukan agar energi demokratik bangsa ini tidak habis hanya untuk soal teknis-prosedural pemilu. Kalau tidak, kapan mayoritas rakyat kita menjemput keadilan dan kesejahteraan jika hak politik paling mendasar saja tidak bisa dilindungi oleh negara?Berdasarkan hasil simulasi model Input-Output 2000 (Dartanto, 2009), dampak Pemilu 2009 terhadap perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut. Pertama, kegiatan Pemilu 2009 akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1,08 persen, sehingga proyeksi pertumbuhan tahun 2009 sebesar 4-5 persen tidaklah susah diraih. Kedua, pengeluaran pemilu sebesar Rp 30 triliun akan membangkitkan dampak tidak langsung dalam perekonomian sebesar Rp 28 triliun. Jadi total dampak langsung dan tidak langsung Pemilu 2009 adalah Rp 58 triliun. Dampak tidak langsung dihasilkan oleh multiplier effect kegiatan kampanye yang menggairahkan aktivitas ekonomi. Kegiatan percetakan kertas suara, spanduk, pamflet, dan bendera tidak hanya akan mendorong peningkatan aktivitas di sektor-sektor tersebut, tetapi juga meningkatkan aktivitas di sektor-sektor lain yang berkaitan (backward and forward linkage). Ketiga, sektor-sektor yang akan mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor telekomunikasi (7,7 persen), transportasi (5 persen), sektor industri percetakan/kertas (9,4 persen), sektor industri pakaian jadi (3,4 persen), serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran (2 persen). Pertumbuhan yang lumayan tinggi di sektor industri pakaian jadi, percetakan/ kertas, dan sektor perdagangan-hotel-restoran diharapkan mampu menahan laju penurunan aktivitas sektor-sektor tersebut sebagai akibat krisis global.
Keempat, dampak Pemilu 2009 terhadap perekonomian di Indonesia sangat bergantung pada alokasi dana kampanye. Kampanye melalui iklan televisi dan koran memiliki multiplier effect yang rendah terhadap perekonomian. Selain itu, manfaat ekonominya lebih banyak dinikmati oleh pengusaha-pengusaha media. Sedangkan model kampanye langsung turun ke bawah, seperti membagi-bagikan sembako, kaus, dan pengobatan gratis, menghasilkan multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian. Para calon anggota DPR/DPRD/DPD jangan pernah takut dituduh melakukan money politics jika melakukan kampanye-kampanye turun ke bawah seperti model di atas. Sebab, secara teori ekonomi dan pemasaran, fungsi sembako, kaus, obat gratis, dan buku tulis yang ditempeli lambang partai atau nama calon anggota legislatif sama dengan fungsi televisi/koran, yaitu sebagai media iklan.

BAB III
PENUTUP

Tanggapan Penulis Atas Pelaksanaan Pemilu 2009
Pemilu kali ini, mestinya merupakan antiklimaks bagi orde reformasi. Setelah hampir 10 tahun berjalan, reformasi ternyata tidak mampu menghasilkan landasan kultural untuk mengantar masa depan Indonesia ke dalam sebuah tatanan yang demokratis. Reformasi yang diawali oleh Pertemuan Ciganjur, digarapkan mampu mengubah cara pandang dan cara pikir para elit politik untuk benar-benar meninggalkan primordialisme politik menuju ke pruralitas relasi. Reformasi diharapkan mampu mengembangkan demokrasi transnasional sebagai jawaban atas kemacetan demokrasi selama 32 tahun dimana ketiga partai politik berada dibawah genggaman rezim orde baru. Tetapi sayangnya, mekanisme perubahan yang dilakukan selama 10 tahun terakhir justru menciptakan jurang yang semakin lebar antara demokrasi partitipatif dengan demokrasi kekuasaan yang sentralistik.
Partai-partai politik peserta pemilu lebih merefleksikan kekuatan yang rapuh karena tanpa idealisme dan ideologi yang berbasis pada arena kultural. Hal ini bisa kita lihat dari platform partai-partai politik bersama celeg-calegnya yang dengan sekilas lihat saja, tidak ada yang mengkonsentrasi pada Pembukaan UUd 1945 sebagai ideologi bangsa. Padahal, cita-cita berbangsa seperti termuat dalam Pembukaan UUD 1945 sudah sangat jelas menyebutkan: ‘agar supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, yaitu yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Banyak sekali kritik terhadap penyelenggaraan pemilu sehingga muncul pendapat bahwa Pemilu 2009 adalah yang terburuk di Indonesia. Tidak dapat disangkal adanya masalah dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kesalahan dalam surat suara, kekeliruan dalam distribusi surat suara, dan kelambatan dalam proses penghitungan suara. Kelemahan tersebut telah digunakan oleh banyak partai dan tokoh politik untuk menyalahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pemerintah. Kelemahan-kelemahan dalam penyelenggaraan pemilu jangan sampai menimbulkan gugatan terhadap hasil pemilu atau menghasilkan tuntutan bagi pemilu ulang.
Tuntutan pembatalan hasil Pemilu 2009 atau tuntutan pemilu ulang akan berakibat buruk bagi perkembangan politik di Indonesia. Kelemahan-kelemahan itu harus digunakan untuk memperbaiki penyelenggaraan Pilpres 2009. Bila ada kecurangan, perlu digunakan jalur hukum tanpa pengerahan massa. Kasus ‘serangan fajar’ ternyata masih digunakan dalam alam demokrasi modern. Pesannya pun singkat, Panwas harus bergigi. Tidak sekedar meneruskan laporan, tetapi langsung menganulir keterpilihan seorang caleg yang terbukti melakukan politik uang. Ini adalah pembusukan demokrasi dan menggerogoti tulang penyangga demokrasi yang dicita-citakan elegan. Semoga tulisan ini dapat menjadi referensi bacaan bagi penulis, pembaca dan pengamat politik serta generasi muda bangsa Indonesia. Read more "Makalah Tentang Pemilu..."

Sabtu, 02 Januari 2010

Islam Agama Solusi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi, orang menyambutnya dengan gemuruh keceriaan, harapan tentang terangnya masa depan. Namun disisi lain memunculkan perdebatan dan bahkan pesimisme tentang kemuraman masa depan manusia. Setumpuk pandangan, perdebatan yang terangkum dalam ribuan tulisan, baik berupa buku, catatan-catatan kecil telah banyak terbit. Ada yang optimis, ada yang pesimis dengan globalisasi. Globalisasi bukan sekedar suatu kenyataan yang mengisi sebuah ruang dan waktu, dalam arti realitas perkembangan kehidupan manusia. Lebih dari itu globalisasi, adalah setumpuk ide yang melampaui ruang dan waktu tertentu. Namun yang pasti banyak orang meyakini globalisasi, sebagai fase perkembangan kehidupan sosial yang mesti di terima.
Globalisasi yang hampir tidak lain adalah proses hilangnya batas-batas geografis akibat perkembangan tekhnologi informasi, transportasi dan komunikasi. Namun tidak bisa dikatakan bahwa globalisasi adalah kebutuhan alamiah (natural) manusia, atau sebentuk keniscayaan. Globalisasi bagaimanapun hanya akan menguntungkan mereka yang menguasai tiga pilar diatas. Dan dapat dipastikan akibat proses ini adalah proses marginalisasi (peminggiran) individu, komunitas masyarakat atau bahkan suatu bangsa akibat mereka tidak menguasai pilar inti globalisasi.
Lewat hegemoni globalisasi, tersebut banyak orang menderita amnesia kolektif, mereka lupa akan dosa-dosa kapitalisme sebagai cikal bakal globalisasi. Kapitalisme mutakhir bukan saja telah menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan (seperti proteksi, subsidi) di tingkat nasional untuk melempangkan jalan kapital. Kapitalisme muthakir juga menghilangkan batas-batas etis maupun ekologis pada perdagangan. Ketika segala sesuatu bisa di perdagangkan, maka apapun-baik itu seni budaya, sel, gen, tumbuhan, benih, pengetahuan, air, bahkan polusipun-bisa di perjual belikan. Dan tidak disadari hampir semua negeri di bumi mau tidak mau terjebak dalam kondisi semacam ini.
Akibat dari proses ini hilanglah dimensi fitrah kemanusiaan manusia. Manusia yang setiap hari dera homogenisasi dan cara pikir rasionalisme bertujuan semakin lama terasing dengan kediriannya. Agama dan budaya yang sebelumnya menguatkan kedirian manusia tinggal tersisa bias-bias formalnya saja. Simbol-simbol agama tampil luar biasa di ruang publik.
Salah satu sindiran terhadap perilaku yang sekarang menjadi trend perilaku keagamaan, adalah bahwa tingkat kekhusyukan dan perilaku kesalehan, salah satunya akan terasa bermakna apa bila di sorot oleh layar televisi. Bahkan formalisme agama yang tampak di layar kaca kita, sebagai salah satu contoh secara halus memberi jalan untuk mennafikkan ‘kebenaran’ orang lain yang tidak sejalan dengan mode itu.
Kebudayaan tempat mengolah daya kemanusiaan yang dimiliki manusia semakin kehilangan kekuatan. Ia tidak lebih daari komoditi massal sama seperti barang-barang lain yang diproduksi secara massal. Manusia teralienasi, terusir dari eksistensi keagamaan, ekonomi, sosial, politik dan budayanya. Dan oleh karena itu upaya menghadapi laju proses marginalisasi dan alienasi ini adalah melahirkan masyarakat yang mampu membangun kekebalan diri terutama dari tarikan komodifikasi agama, atau sekedar menjadikan agama sebagai salah satu mode, bukan sebagai totalitas kehidupan manusia. Dalam konteks inilah globalisasi sesungguhnya bukan sekedar melahirkan kemajuan, integrasi namun juga marginalisasi yang kadangkala juga menghasilkan disitegrasi. Disinilah isu ketidak-adilan menjadi ekses langsung dari globalisasi.
Dibagian lain, perkembangan global ini kemudian mendorong lahirnya situasi sosial dimana berbagai manusia dengan berbagai pandangan hidup dan agama serta keyakinan berada dalam ruang sosial tertentu. Yang terjadi bukan sekedar interaksi antar manusia semata. Namun lebih dari itu adalah interaksi gagasan dan nilai. Hanya yang patut di cermati kemudian nilai-nilai yang dominan dan mampu seringkali muncul dalam ruang imajinasi publik (misalnya lewat media massa) tentu akan lebih menguasai. Tentunya soal-soal yang semacam inilah yang kemudian memancing resistensi kelopok sosial atau komunitas kebudayaan yang semakin tergusur akibat dominasi sebuah pandangan tersebut. Dalam konteks ini globalisasi tentunya akan terjadi defferesiasi secara horizontal, dalam arti akan lahir lapisan-lapisan budaya yang plural dalam masyarakat. Dalam konteks inilah globalisasi seringkali berarti tribalisasi.
Dalam mencermati fenomena gagalnya membangun interaksi budaya yang beragam ini, agaknya sangat tepat kalau kita menengok apa yang pernah diilustrasikan dengan eksotik dalam analogi Mith of The Thousand-Headed Ogre (mitos naga raksasa berkepala seribu). Dalam cerita tersebut diungkapkan, kebudayaan mirip seperti raksasa berkepala seribu, dimana antara kepala yang satu dengan kepala-kepala yang lain saling berebut superioritas, yang justru melukai organ-organ tubuh lain raksasa itu sendiri. Keragaman agama dan budaya adalah kepala-kepala raksasa yang saling menikam dan menghabisi.
Fakta terjadinya polarisasi pemahaman keagamaan yang berujung pada banyaknya kekerasan antar kelompok-kelompok agama dengan motif-motif agama dapat dijelaskan dalam konteks globalisasi. Globalisasi yang menawarkan dua hal sekaligus, kemajuan sekaligus kehancuran, integrasi sekaligus disintegrasi, perdamaian sekaligus kekerasanAgama adalah suatu usaha manusia untuk membentuk kosmos yang kudus (suci). Kosmos adalah keteraturan semesta, demikian sosiolog agama Peter L Berger memberikan dasar analisisnya tentang realitas sosial agama. Agama bisa berubah, sebagaimana juga masyarakat namun agama tidak akan pernah lenyap.
Agama sebagai realitas sosial memiliki banyak variabel dan aspek yang menyusunnya. Khoirun Niam menyebutkan beberapa variabel antara lain: di dalamnya tidak hanya terkandung aspek normatif-doktrinal melainkan juga terdapat variabel pemeluk, tafsir ajaran, lembaga keagamaan, tempat suci serta bangunan ideologi yang dibangun dan dibela pemeluknya.
Sehingga tidaklah berlebihan kiranya, kalau penulis menganggap bahwa jawaban formulasi untuk berbagai fenomena seperti yang dipaparkan di atas adalah konsep dan konstruksi bentuk suatu agama yang mampu meberikan spirit perjuangan hidup lewat dawai-dawai ajarannya yang tidak memihak (tidak membatasi) hanya pada permasalahan-permasalahan tertentu, ialah Islam yang dalam hal ini merupakan agama universal (rahmatan lil ‘alamin).

B. Rumusan Masalah
Dari paparan di atas, dapat ditarik sebuah rumusan permasalahan, yaitu “bagaimanakah konsep ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin?”

C. Tujuan dan Batasan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui konsep ajaran Islam sebagai Agama rahmatan lil alamin, akan tetapi untuk menghindari bias dan melebarnya pembahasan maka penulis hanya menyajikan (membatasi penulisan) dalam perspektif teoritis yang tidak begitu luas (hanya beberapa konsep ajaran), seperti universalitas, keadilan dan kemanusiaan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam
Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Dalam upaya memahami Islam dan ajarannya, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat dihasilkan pemahaman yang komprehensi. Hal ini penting dilakukan karena kualitas pemahaman ke-Islaman seseorang dapat mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan Islam.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan batasan mengenai agama secara tepat. Karena untuk mendefinisikannya diperlukan rumusan yang dapat menjelaskan semua unsur yang didefinisikan sekaligus mengungkapkan segala hal yang tidak termasuk unsur-unsurnya. Namun demikian, apa yang dinamakan agama oleh para ulama’ dapat pula ditinjau dari segi etimologi dan terminologi.
Dari segi etimologi agama berasal dari bahasa Sangsakerta yaitu dari kata “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kocar-kacir, kacau balau atau tidak teratur. Jadi agama adalah sesuatu yang teratur dan tidak kacau. Dengan demikian bahwa agama itu membawa hidup seseorang ke dalam kehidupan yang penuh keteraturan dan tertata dengan baik.
Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan berlainan, sesuai dengan latar belakang yang dianutnya. Mahmud Syaltut (1996) berpendapat bahwa agama adalah ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara Endang Ansari (1992), memberikan definisi agama sebagai hubungan manusia dengan suatu kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, diminta bantuan dalam memecahkan kesulitan hidupnya. Harun Nasution (1991) mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang diwujudkan Tuhan kepada manusia melalui para rasul-Nya.
Sehingga, dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama adalah ajaran Tuhan yang merupakan ketetapan ilahi untuk manusia yang berisikan tentang peraturan hidup bagi pedoman hidup manusia.
Sedangkan pengertian Islam dalam pengertian Arab disebut Dinul Islam. Kata Islam berasal dari kata kerja Aslama yang artinya menyerah, tunduk, atau patuh. Dari asal kata aslama ini diderivisikan menjadi beberap arti yaitu salam artinya keselamatan, taslim artinya penyerahan, salam artinya memelihara, sullami artinya titian dan silm artinya perdamaian.
Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada para rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia.

B. Konsep Ajaran Islam
Di era modern ini, semangat globalisasi telah memangkas bola dunia yang luas menjadi begitu sempit dalam wujud desa buana (global village). Sebagai dampaknya, laju informasi dan sistem komunikasi informasi tidak saja sulit disaring, apalagi dibendung, tetapi juga mengaburkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pranata kehidupan ummat beragama sehari-hari. Dalam posisi seperti ini agama sering menjadi ajar perdebatan, apakah ajaran agama mesti tunduk mengikuti irama perubahan yang niscaya atau sebaliknya, setuiap perubahan mesti memiliki acuan berupa nilai-nilai agama?
Dalam masalah tersebut, kita mesti berangkat dari asumsi dasar bahwa Islam adalah agama universal, komprehensif (syumul), lengkap dengan dimensi edoterik dan eksoteriknya. Sebagai agama agama universal (rahmatan lil alamin), Islam mengenal sistem perpaduan antara apa yang disebut konstan-nonadaptabel (tsabuit) di satu sisi watak Islam yang ini tidak mengenal perubahan apa pun karena berkaitan dengan persoalan-persoalan ritus agama yang transenden, nash yang berkaitan dengan watak (konstan-nonadaptabel) ini dalam al-Qur’an maupun hadist sekitas 10%, yang berupa diktum-diktum ajaran agama yang bersifat kulli dan qoth’I yang konstan dan immutabel. Segmen ini meski diterima apa adanya tanpa harus adaptasi dengan perubahan-perubhan di sekitarnya, segmen ini berkait dengan persoalan dasar menyangkut sendi-sendi ajaran agama yang mempunyai nilai strategis, seperti persoalan keimanan (pengesaan Tuhan), shalat, zakat, puasa dan elatis-adaptabel (murunah) di sisi lain. Segmen ini lebih banyak, berkisar 90%, teks agama yang berupa aturan-aturan global yang bersifat juz’i dan Zhanni. Segmen ini mempunyai nuilai taktis-operasional yang bersentuhan langsung fenomena sosial dan masyarakat.karena wataknya yang taktis inilah segmen ini enerima akses perubahan pada tataran operasionalnya sepanjang tetap mengacu pada pesan-pesan moral yang terkandung dalam ajaran agama.
Dengan kenyataan seperti ini kita dapat melihat adanya nilai-nilai eksternal dan universal ajaran agama. Sebab, dengan wataknya yang adaptif, Islam akan selalu akomodatif dan kompatibel dengan perubahan sosial yang akan terus bergulir dari waktu ke waktu. Sebagai refleksi dari perubahan sosial, maka diseetiap waktu akan selalu muncul persoalan-persoalan kemanusiaan dan peristiwa-peristiwa hukum baru. Ini akan dapat diantisipasi bilamana nilai-nilai multidimensional ajaran Islam dapat dipahami secara jernih dan juga diimplementasikan secara konsekuen dan proporsional. Oleh karena itu Islam meposisikan rasio pada martabat yang amat terhormat guna mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam wujud kehidupan riil masyarakat sehari-hari.
Dalam kaitan ini, istinbath (ekstrapolasi hukum) mempunyai peranan penting dalam memberikan prinsip-prinsip dasar bagi seluruh aktivitas pemikiran agama. Istinbath atau ijtihad merupakan bentuk penalaran ilmiah yang menggunakan metode-metode aqliyah guna menelorkan hukum-hukum operasional sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.
Sebagai agama yang menghargai perbedaan, diferensiasi penafsiran tumbuh subur dalam Islam sesuai watak sumber ajarannya yang memang interpretable. Oleh karena itu perdebatan dan silang pendapat tak dapat dihindarkan dalam mengapresiasi pesan-pesan moral yang terdapat dalam diktum-diktum ajaran agama tersebut. Ini tidak lain merupakan sujud dari pesan-pesan moral jajaran agama itu sendiri untuk membuka wacana intelektual (intellectual discourse) yang segar dan terarah. Perbedaan pendapat menyangkut penafsiran ajaran agama tersebut bukan hanya dipicu oleh mujmal dan terbatasnya teks agama tersebut melainkan juga karena perbedaan interaksi sosial dan tingkat kemampuan manusia dalam berkomunikasi dengan sumber-sumber ajaran agama terebut. Oleh karenanya, maslahah yang dibimbing berdasarkan wahyu ilahi dan disertai dengan ketajaman analisis dalam menentukan jenis maslahah yang dimaksud harus menjadi acuan dalam merumuskan perbedaan pendapat, karena tujuan disyariatkannya Islam adalah untuk tegaknya kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Universalitas Islam
Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi semesta alam”.
Islam adalah agama yang benar berasal dari Allah. Agama yang bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu dan tempat tertentu. Lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk seluruh umat manusia, di mana pun mereka berada. Berdasarkan pernyataan ini Islam dapat diterima oleh segenap manusia di muka bumi ini.
Sementara itu, Djaelani dalam bukunya “Islam Rahmatan Lil Alamin, menjelaskan bahwa para ulama’ memberikan pengertian terhadap keuniversalitasan (rahmatan lil alamin) Islam melalui perspektif definisi Islam yang meliputi; pertama, Islam berarti tunduk dan menyerah kepada Allah SWT serta mentaati-Nya yang lahir dari kesadaran dengan tidak dipaksa karena ketundukan yang seperti itu tanpa perhitungan pahala dan dosa.
Ketundukan dengan penuh kesadaran adalah hakikat Islam dan dalam keadaan tunduk yang seperti itu timbul pahala dan dosa. Sesungguhnya tanda bukti penuh ketundukan kepada Allah ialah rela menerima agama-Nya yang diiringi pula dengan penuh kesadaran. Ini adalah merupakan agama yang diridhoi Allah, agama yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada seluruh manusia.
Kedua, Islam adalah kumpulan peraturan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad di dalamnya terkandung peraturan-peraturan tentang aqidah, ahlak, mu’amalat, dan segala berita yang disebut di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah perintah agar disampaikan kepada manusia.
Salah satu dari kumpulan peraturan tersebut adalah acuan moral dalam penerapan fiqih mu’amalah ini, yang pada dasarnya kaidah-kaidah tersebut merupakan ciri dari sebuah ke-universalitas-an agama Islam. Hal ini sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar Islam untuk mewujudkan cita-cita Islam yang universal, yaitu: Hifdzu Din (memelihara kebebasan beragama), Hifdzu Aql (memelihara kebebasan nalar berpikir), Hifdzu Mal (memelihara/menjaga harta benda), Hifdzu Nafs (memelihara hak hidup), Hifdzu Nasl (memelihara hak untuk mengembangkan keturunan).
Kelima prinsip dasar inilah yang juga menjadikan Islam sebagai garda agama rahmatan lil alamin, yang ajaran serta konsep keagamaan tidaklah ekslusif (tertutup), melainkan bersifat inklusif (terbuka). Lima jaminan dasar inilah yang memberikan penmapilan terhadap Islam sebagai agama yang universal, karena jaminan ini tidak hanya diberikan secara parsial terhadap umat manusia yang memeluk agama Islam, melainkan seluruh umat manusia baik secara personal maupun komunal (baca; kelompok).
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin juga dapat ditelusi dari ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kemanusian dan keadilan. Dari sisi konsep pengajaran tentang keadilan, Islam adalah satu jalan hidup yang sempurna, meliputi semua dimensi kehidupan. Islam memberikan bimbingan untuk setiap langkah kehidupan perorangan maupun masyarakat, material dan moral, ekonomi dan politik, hukum dan kebudayaan, nasional dan internasional.
Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin atau lemah untuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusia yag terus mengalami perubahan sosial. Secara umum, Islam memperhatikan susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka yang lemah.
Sementara itu, universalisme (sifat rahmatan lil alamin) Islam yang tercermin dalam ajaran-ajaran yang memiliki kepedulian kepada unsur-unsur utama kemanusiaan itu diimbangi pula oleh kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam sendiri.
Dari sisi kemanusiaan, Islam memberikan konsep pengajaran, bahwasanya Islam adalah agama dari Allah yang berisikan tuntunan hidup yang diwahyukan untuk seluruh umat manusia. Untuk tegaknya kehidupan manusia di atas planet bumi ini diperlukan; pertama, terpenuhinya kebutuhan pokok berikut sumber-sumbernya untuk menjamin kelangsungan hidup, dan kecukupan material yang dibutuhkan oleh perseorangan dan masyarakat. Kedua, mengetahui dasar-dasar pengetahuan tentang tata cara hidup perseorangan dan masyarakat, agar terjamin berlakunya keadilan dan ketentraman dalam masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui dalam syari’at Islam, ada dua bentuk hubungan, yaitu ibadah dan mu’amalah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Ibadah ialah seperangkat aktifitas dengan ketentuan-ketentuan syari’at yang mengatur pola hubungan diantara manusia dengan Tuhannya, sedangkan mu’amalah ialah usaha atau pola daya hubungan anatara manusia yang satu dengan manusia yang lain sekaligus dengan lingkungan sekitas (baca; alam) .
Hubungan anatar sesama manusia disebut hablum minannas. Semua manusia diciptakan dari satu asal yang sama. Tidak ada kelebihan yang satu dari yang lainnya, kecuali yang paling baik (baca; bertakwa) dalam menunaikan fungsinya sebagai pemimpin (khalifah) dimuka bumi sekaligus sebagai hamba Allah SWT.
Demikianlah Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh manusia. Atas prinsip persamaan itu, maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Islam tidak memberi hak-hak istimewa bagi seseorang atau golongan lainnya, baik dalam bidang kerohanian, maupun dalam bidang politik, sosila, ekonomi dan kebudayaan. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap anggotanya. Karena Islam menentang setiap bentuk diskriminasi, baik diskriminasi secara keturunan, maupun karena wana kulit, kesukuan, kebangsaan, kekayaan dan lain sebagainya.
Bahkan Nabi Muhammad bersabda “tidak beriman seorang kamu sehingga sehingga kamu mencintai saudaramu sebagaimana mencintai dirimu sendiri”. Dari sinilah konsep ajaran Islam dapat diketahui dan dipelajari. Persaudaraan manusia semakin dikembangkan, karena sesama manusia bukan hanya berasal dari satu bapak satu ibu (Adam dan Hawa) tetapi karena satu sama lain memang membutuhkan sehingga perlu saling menghargai dan saling menghormati. Saling mengenal yang bisa dilanjutkan menjadi saling menghargai dan saling menghormati menjadi kunci ketentraman dan kemananan di alam dunia.
Dari perspektif kemanusiaan inilah Islam dapat dikatakan sebagai agama yang rahmatan lil alamin, atau agama yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Karena konsep kemanusian yang tidak memandang secara parsial harkat dan martabat umat manusia, baik secara individu maupun kelompok.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari segi etimologi agama berasal dari bahasa Sangsakerta yaitu dari kata “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kocar-kacir, kacau balau atau tidak teratur. Jadi agama adalah sesuatu yang teratur dan tidak kacau. Dengan demikian bahwa agama itu membawa hidup seseorang ke dalam kehidupan yang penuh keteraturan dan tertata dengan baik.
2. Secara terminologis agama didefinisikan oleh para ahli dengan berlainan, sesuai dengan latar belakang yang dianutnya. Mahmud Syaltut (1996) berpendapat bahwa agama adalah ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Sementara Endang Ansari (1992), memberikan definisi agama sebagai hubungan manusia dengan suatu kekuatan suci yang dianggapnya lebih tinggi untuk dipuja, diminta bantuan dalam memecahkan kesulitan hidupnya. Harun Nasution (1991) mendefinisikan agama sebagai ajaran-ajaran yang diwujudkan Tuhan kepada manusia melalui para rasul-Nya. Sedangkan pengertian Islam dalam pengertian Arab disebut Dinul Islam. Kata Islam berasal dari kata kerja Aslama yang artinya menyerah, tunduk, atau patuh. Dari asal kata aslama ini diderivisikan menjadi beberap arti yaitu salam artinya keselamatan, taslim artinya penyerahan, salam artinya memelihara, sullami artinya titian dan silm artinya perdamaian.Dinul Islam mengandung pengertian peraturan yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada para rasul untuk ditaati dalam rangka menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia.
3. Agama Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Islam dikenal sebagai agama yang bersifat universal. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107: “dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi semesta alam”.
4. Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum miskin atau lemah untuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalam sejarah manusia yag terus mengalami perubahan sosial. Secara umum, Islam memperhatikan susunan masyarakat yang adil dengan membela nasib mereka yang lemah.
5. Universalisme (sifat rahmatan lil alamin) Islam tercermin dalam ajaran-ajaran yang memiliki kepedulian kepada unsur-unsur utama kemanusiaan itu diimbangi pula oleh kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam sendiri.
6. Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh manusia. Atas prinsip persamaan itu, maka setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Islam tidak memberi hak-hak istimewa bagi seseorang atau golongan lainnya, baik dalam bidang kerohanian, maupun dalam bidang politik, sosila, ekonomi dan kebudayaan. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban bersama atas kesejahteraan tiap-tiap anggotanya. Karena Islam menentang setiap bentuk diskriminasi, baik diskriminasi secara keturunan, maupun karena wana kulit, kesukuan, kebangsaan, kekayaan dan lain sebagainya.

B. Epilog
Dari paparan di atas, kiranya penulis hanya berharap semoga wacana yang kami suguhkan dapat menjadi bagian dari pertarungan ide demi memperkaya khazanah keilmuan terlebih lagi dalam bidang keagamaan yang menyangkut wacana keislaman.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa wacana yang terkonstruk kedalam sebuah makalah ini bebas dari kelemahan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kami berharap sumbangsih pemikiran baik dalam bentuk saran ataupun kritik yang bersifat konstruktif dalam rangka pengimbangan dan perwujudan karya yang lebih kompatibel dan bermutu.

DAFTAR PUSTAKA

Djaelani, M. Bisri, 2005. “Islam Rahmatan Lil Alamin”. Yogyakarta; Warta Pustaka.
Hasim, M. Nur, “Universalitas Islam”, makalah yang disampaikan dalam acara MaPABa PMII Koms. Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan, 07-09 Desember 2007.
Hilton, Robert C. 1998. Globalization and The Nation State, New York: MacMillan Press
Imron, D. Zawawi, “Wawasan Kepahlawanan”, kolom budaya Jawa Pos, 02 Desember 2007, hal: 11.
Majalah Syir’ah, “Menghibur dengan Alam Kubur” edisi Mei/2005. hal 3 – 16
Mursanto, R.B. Riyo. 1993. “Peter Berger Realitas Sosial Agama” dalam Diskursus Kemasyarakatan dan Kemanusiaan (peny. Tim Driyarkara), Yogyakarta: Kanisius.
Jurnal Nizamia. 2005. “Kekerasan Bernuansa Agama di Indonesia dan Konsekuensi Pilihan Materi Pendidikan Agam” Suarabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Utomo, Paring Waluyo (ed), 2004. “Tor Halaqah Kebudayaan DESANTARA, Merebut Hak Warga yang di Renggut” Malang: Averroes. Tidak diterbitkan
Wahono, Francis. 2001. “Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Read more "Islam Agama Solusi..."

Jumat, 01 Januari 2010

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL

Perdagangan internasional dapat terjadi karena setiap negara tidak bisa hidup sendiri, sehingga setiap negara akan menjalin kerja sama dengan cara tukar-menukar barang produksi. Perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kerja sama ekonomi antarnegara. Setiap negara di dunia semakin sadar akan perlunya kerja sama antarbangsa, tidak hanya terbatas pada perdagangan saja, akan tetapi meluas pada usaha-usaha untuk ikut aktif dalam pembangunan ekonomi. Atas kesadaran tersebut, maka banyak muncul bermacam-macam lembaga kerja sama ekonomi baik dalam bentuk bilateral regional, maupun internasional. Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk-bentuk kerja sama ekonomi antarnegara, kalian dapat mempelajarinya pada pembahasan berikut ini.
A. Latar Belakang Kerja Sama Antarnegara
1. Pengertian Kerja Sama Antarnegara

Setiap negara tidak dapat berdiri sendiri. Mereka harus bekerja sama dengan negara lain. Coba perhatikan barang-barang yang ada di lingkungan sekitar kalian atau di rumah tempat tinggal kalian! Barang-barang seperti hand phone, sepeda motor, mobil, televisi, kulkas, dan sebagainya. Apakah semua itu diproduksi oleh Indonesia? Tentu saja tidak. Barang-barang tersebut ada yang diproduksi oleh negara lain. Keberadaan barang-barang tersebut berkat adanya kerja sama antarnegara. Selain berupa barang, pinjaman-pinjaman yang diperoleh dari luar negeri juga sebagai wujud hasil kerja sama ekonomi antarnegara. Dengan demikian, apakah yang dimaksud kerja sama ekonomi internasional? Istilah kerja sama ekonomi internasional tidak sama dengan perdagangan internasional. Kerja sama ekonomi internasional mempunyai cakupan yang lebih luas daripada perdagangan internasional. Dengan demikian kerja sama ekonomi internasional adalah hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan.
Berdasarkan pengertian kerja sama, maka setiap negara yang mengadakan kerja sama dengan negara lain pasti mempunyai tujuan. Berikut ini tujuan kerja sama antarnegara.

a. Mengisi kekurangan di bidang ekonomi bagi masing-masing negara yang mengadakan kerja sama.
b. Meningkatkan perekonomian negara-negara yang mengadakan kerja sama di berbagai bidang.
c. Meningkatkan taraf hidup manusia, kesejahteraan, dan kemakmuran dunia.
d. Memperluas hubungan dan mempererat persahabatan.
e. Meningkatkan devisa negara.
2. Faktor-Faktor Penyebab Kerja Sama Antarnegar Antarnegara
Setiap kerja sama yang dilakukan oleh suatu negara dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi dapat didasarkan pada perbedaan dan persamaan yang dimiliki antarnegara.
a. Kerja Sama Antarnegara Akibat Adanya Perbedaan

Berikut ini perbedaan-perbedaan yang mendorong kerja sama antarnegara.
1. Perbedaan sumber daya alam
Sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap negara berbeda-beda baik dari segi jenis dan jumlahnya. Ada negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun ada juga negara yang memiliki sedikit sumber daya alam. Contohnya Indonesia kaya akan sumber daya alam berupa bahan baku, namun negara Arab Saudi sedikit menghasilkan bahan baku untuk industri, padahal kebutuhan mereka akan bahan baku sangat besar. Dengan demikian negara-negara yang sedikit menghasilkan bahan baku akan melakukan kerja sama dengan negara yang kaya akan bahan baku industri, dengan tujuan agar kebutuhan bahan baku dapat terpenuhi.
2. Perbedaan iklim dan kesuburan tanah
Perbedaan iklim dan kesuburan tanah antara satu negara dengan negara lain akan menyebabkan perbedaan jenis tanaman. Misalnya Indonesia dan beberapa negara lainnya yang beriklim tropis, curah hujan yang tinggi, dan lahan yang subur akan menghasilkan padi, kopi, teh, karet, dan sebagainya. Sedangkan negara-negara seperti di Eropa yang beriklim sedang tidak cocok untuk jenis tanaman tersebut, sehingga mereka harus memperolehnya dari negara-negara tropis.

3. Perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan antara satu negara dengan negara lain tidak sama. Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa Barat, dan Jerman memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dibandingkan negara-negara berkembang seperti di Afrika dan sebagian Asia. Adanya perbedaan tersebut, negara-negara berkembang dapat melakukan kerja sama dengan negara-negara maju. Dengan demikian negara-negara berkembang dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologinya.
4. Perbedaan ideologi
Perbedaan ideologi antarsuatu wilayah negara dengan negara lain dapat memicu konflik antarnegara bahkan menjadi konflik internasional. Untuk meredakan konflik atau ketegangan perlu adanya kerja sama, sehingga tidak memperbesar konflik yang telah ada. Misalnya negara seperti Hongkong yang memisahkan diri dengan RRC yang berideologi komunis, memerlukan kerja sama dalam bidang politik dengan negara yang berideologi liberal seperti Amerika Serikat. Hal ini perlu dilakukan agar masalah-masalah yang timbul dapat diselesaikan di meja perundingan.
b . Kerja Sama Antarnegara Akibat Adanya Kesamaan
Berikut ini beberapa kesamaan yang mendorong kerja sama antarnegara.
1 ) Kesamaan sumber daya alam
Kesamaan sumber daya alam antara beberapa negara dapat mendorong terbentuknya kerja sama antarnegara. Misalnya beberapa negara penghasil minyak bumi membentuk suatu kerja sama yang diberi nama OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries).
2 ) Kesamaan keadaan wilayah (kondisi geografis)
Negara-negara yang terletak di suatu wilayah yang memiliki kondisi geografis yang sama sering mengadakan kerja sama untuk kepentingan wilayah dari masing-masing negara anggotanya. Misalnya negara-negara yang terletak di wilayah Asia Tenggara membentuk kerja sama melalui organisasi ASEAN, dan sebagainya.
3 ) Kesamaan ideology
Negara-negara yang mempunyai kesamaan ideologi dapat mendorong suatu negara melakukan kerja sama. Sebagai contoh NATO (North Atlantic Treaty Organization) adalah kerja sama negara-negara di Atlantik Utara yang berideologi liberal. Selain itu, negara-negara yang tidak memihak pada blok Barat ataupun blok Timur membentuk kerja sama dalam organisasi Nonblok.
4 ) Kesamaan agama
Adanya persamaan agama juga dapat mendorong beberapa negara untuk bergabung dalam suatu organisasi. Misalnya OKI (Organisasi Konferensi Islam), yaitu kelompok organisasi negara-negara Islam. Mereka bergabung dalam OKI sebagai respon atas peristiwa pembakaran Masjid Al Aqsa di Yerusalem yang dilakukan oleh Israel.
B. Kerja Sama Antarnegara di Bidang Ekonomi
1. Bentuk-Bentuk Kerja Sama Ekonomi Antarnegara
Hubungan kerja sama antarnegara di bidang ekonomi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk kerja samanya ditentukan berdasarkan negara yang mengadakan perjanjian. Berdasarkan jumlah negara yang mengadakan, kerja sama ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kerja sama ekonomi bilateral dan kerja sama ekonomi multilateral.
a. Kerja Sama Ekonomi Bilateral

Kerja sama ekonomi bilateral adalah kerja sama ekonomi antara satu negara dengan negara tertentu. Kerja sama tersebut hanya melibatkan dua negara. Contoh: pinjam-meminjam modal antara Indonesia dengan Jepang, penyederhanaan tenaga kerja antara Indonesia dengan Malaysia.

b. Kerja Sama Ekonomi Multilateral
Kerja sama multilateral adalah kerja sama yang dilakukan oleh banyak negara. Kerja sama multilateral dibedakan menjadi dua macam, yaitu kerja sama regional dan kerja sama internasional.
1) Kerja sama regional
Kerja sama regional adalah kerja sama antara beberapa negara dalam satu kawasan. Contoh: ASEAN, MEE, dan lain-lain.
2) Kerja sama internasional
Kerja sama internasional adalah kerja sama antara negara-negara di dunia dan tidak terbatas dalam satu kawasan. Contoh: IMF, ILO, OPEC, dan lain-lain.
2. Badan-Badan Kerja Sama Antarnegara di Bidang Ekonomi
Dalam rangka meningkatkan kerja sama ekonomi internasional, dibentuklah badan-badan kerja sama ekonomi internasional. Berikut ini bentuk-bentuk badan kerja sama antarnegara yang penting bagi Indonesia.
a. Badan Kerja Sama Regional

1 ) ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation)

ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerja sama regional negara-negara di Asia Tenggara. ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh lima negara pendiri ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pada perkembangannya, lima negara Asia Tenggara lainnya yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam ikut bergabung dalam ASEAN. ASEAN dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan melibatkan komite di berbagai bidang. Berikut ini komite-komite yang dilibatkan ASEAN.

a. Committe on Food Agriculture and Forest (Komite Bahan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan).
b. Committe on Trade and Tourism (Komite Perdagangan dan Pariwisata).
c. Committe on Finance and Banking (Komite Keuangan dan Perbankan).
d. Committe on Industry, Mining, and Energi (Komite Industri, Pertambangan, dan Energi).
e. Committe on Transportation and Comunication (Komite Transportasi dan Komunikasi).
f. Committe on Cultural and Information (Komite Kebudayaan dan Informasi).
g. Commite on Welfare Society and Development (Komite Kesejahteraan Rakyat dan Pembangunan).

Selain membentuk komite-komite, ASEAN juga membangun proyek-proyek yang ada di beberapa negara anggota. Bentuk proyek-proyek ASEAN seperti berikut ini.

a. ASEAN Vaccine Project, yaitu proyek pabrik vaksin di Singapura.
b. ASEAN Copper Fabrication Project, yaitu proyek industri tembaga di Filipina.
c. Rock Salt Soda Ash Project, yaitu proyek pabrik abu soda di Thailand.
d. ASEAN Urea Project, yaitu proyek pabrik pupuk urea di Malaysia.
e. ASEAN Aceh Fertilizer Project, yaitu proyek pabrik pupuk urea amonia di Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Untuk menyejahterakan perekonomian negara-negara Asia Tenggara, ASEAN melakukan beberapa langkah. Diawali dengan pengaturan penurunan tarif bersama (CEPT/The Common Effective Prevential Tariff), ASEAN lantas melangkah lebih mantap melalui penerapan kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) tahun 2003. Tekad ASEAN pun semakin kuat dengan mengikrarkan pembentukan masyarakat ASEAN 2020 melalui Bali Concord II tahun 2003, yang berpilarkan komunitas politik dan keamanan, ekonomi, dan komunitas sosial budaya. Pada tanggal 4 Mei 2007, para menteri ekonomi negara-negara anggota ASEAN mengadakan pertemuan di Brunei Darussalam. Pada pertemuan tersebut ditetapkan bahwa penggabungan ekonomi di antara negara-negara anggota akan membentuk pasar dan basis produksi tunggal yang memungkinkan aliran bebas barang, jasa, modal, investasi, dan pekerja terampil. Sekarang ini, ASEAN akan berkiprah semakin besar di bidang ekonomi dan membangun jaringan kerja sama yang semakin luas melampaui batas-batas Asia Tenggara. Lebih dari itu ASEAN akan menjadi sebuah komunitas terintegrasi.
2 ) AFTA ( ASEAN Free Trade Area Area)

AFTA atau kawasan perdagangan bebas ASEAN adalah forum kerja sama antarnegara ASEAN yang bertujuan menciptakan wilayah perdagangan bebas di seluruh kawasan ASEAN. Konsep perdagangan bebas ini antara lain meliputi penghapusan atau penurunan tarif perdagangan barang sesama negara ASEAN sehingga menurunkan biaya ekonomi. Pembentukan AFTA berawal dari pertemuan anggota ASEAN pada KTT ASEAN ke-4 di Singapura pada Januari 1992. Berikut ini beberapa tujuan AFTA.

a) Meningkatkan spesialisasi di negara-negara ASEAN.
b) Meningkatkan ekspor dan impor baik bagi ASEAN ataupun di luar ASEAN.
c) Meningkatkan investasi bagi negara ASEAN.

3 ) APEC ( Asia Pacific Economic Cooperation Cooperation)

APEC merupakan forum kerja sama negara di kawasan Asia Pasifik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan investasi di antara sesama negara anggota. Keberadaan APEC atas prakarsa Bob Hawke (perdana menteri Australia). Tujuan dari APEC tertuang dalam Deklarasi Bogor pada tahun 1994, yaitu menetapkan kawasan APEC sebagai kawasan perdagangan dan investasi bebas dan terbuka yang berlaku paling lambat tahun 2020. Untuk negara anggota yang termasuk dalam kategori negara maju, kawasan bebas dan terbuka harus sudah terealisasi paling lambat 2010. Untuk mencapai tujuannya, APEC dalam melakukan kegiatannya selalu berlandaskan pada prinsip kesepakatan bersama yang sifatnya tidak mengikat, dialog terbuka, serta prinsip saling menghargai pandangan dan pendapat seluruh anggota. Keputusan yang diambil oleh APEC dibuat berdasarkan konsensus dan kesepakatan yang sifatnya sukarela. Indonesia merupakan salah satu negara pencetus APEC. Indonesia pernah menjadi tuan rumah pertemuan pemimpin APEC II di kota Bogor pada tahun 1994. Keikutsertaan Indonesia dalam forum APEC diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional, investasi, dan perdagangan internasional. Selain itu, keanggotaan Indonesia juga diharapkan dapat memperlancar dan mempererat kerja sama nonekonomi antarsesama negara anggota pada tingkat bilateral maupun multilateral.

4 ) EU ( European Union Union)

European Union atau Uni Eropa adalah organisasi kerja sama regional di bidang ekonomi dan politik negara di Eropa. Pembentukan EU berawal dari penandatanganan Traktat Roma tentang pendirian komunitas energi atom (European Atomic Energi Community) dan komunitas Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Lembaga-lembaga tersebut pada tanggal 1 Juli 1967 bergabung menjadi satu organisasi yaitu Masyarakat Eropa (ME) dan kemudian pada tahun 1993 menjadi Uni Eropa. Kegiatan Uni Eropa pada awalnya hanya terbatas di bidang perdagangan. Akan tetapi sejalan dengan pertambahan anggota Uni Eropa, berkembang pula bentuk kerja sama itu. Kerja sama tersebut adalah dalam bidang ekonomi yang lebih luas, seperti kebijakan perpajakan, perindustrian, pertanian, dan politik. Upaya ini dilanjutkan dengan membentuk pasaran bersama, sebuah perjanjian untuk menghapus halangan terhadap mobilitas faktor produksi sesama negara anggota Uni Eropa. Anggota Uni Eropa terdiri atas 27 negara. Negara-negara anggota UE terdiri atas: Irlandia, Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol, Italia, Yunani, Austria, Belgia, Luksemburg, Jerman, Belanda, Denmark, Swedia, Finlandia, Polandia, Ceko, Hongaria, Slovenia, Siprus, Malta, Slovakia, Latvia, Lithuania, Estonia, Rumania, Bulgaria.
5 ) EFTA ( European Free Trade Area Area)
EFTA didirikan pada tahun 1959 sebagai lembaga kerja sama ekonomi antara negara-negara Eropa yang tidak termasuk MEE. Negara anggota EFTA terdiri atas Austria, Swiss, Denmark, Norwegia, Swedia, dan Portugal.
6 ) ADB ( Asian Development Bank Bank)

ADB atau Bank Pembangunan Asia, didirikan tanggal 19 Desember 1966. ADB berpusat di Manila, Filipina. Tujuan didirikan ADB adalah untuk membantu negara-negara Asia yang sedang membangun dengan cara memberikan pinjaman lunak, yaitu dengan masa pembayaran dalam jangka panjang serta bunga yang rendah.
b . Badan Kerja Sama Ekonomi Multilateral
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kerja sama ekonomi multilateral adalah kerja sama ekonomi antara dua negara atau lebih yang tidak dibatasi oleh wilayah atau kawasan tertentu. Organisasi multilateral yang paling besar adalah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). PBB adalah organisasi internasional yang dianggap sebagai induk organisasi internasional lainnya. PBB didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945, ditandai dengan penandatanganan Piagam PBB oleh negara anggotanya. Tujuan utama PBB adalah menjamin perdamaian dunia, menjamin berlakunya hak asasi manusia, serta berusaha meningkatkan kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat di seluruh dunia. Untuk melaksanakan perannya di seluruh dunia, PBB membentuk lembaga perwakilan melalui Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council/ECOSOC). ECOSOC dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi khusus PBB yang erat kaitannya dengan tugas-tugas dewan. Berikut ini organisasi khusus PBB yang berada di bawah ECOSOC maupun yang ada kaitannya dengan dewan tersebut.
1 ) IMF ( International Monetary Found)
IMF atau Dana Moneter Internasional adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan internasional. IMF didirikan pada tanggal 27 Desember 1945. Markas besar IMF berada di Washington DC, AS. IMF didirikan dengan beberapa tujuan berikut ini.
a. Meningkatkan kerja sama keuangan atau moneter internasional dan memperlancar pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang.
b. Meningkatkan stabilitas nilai tukar uang dan membantu terciptanya lalu lintas pembayaran antarnegara.
c. Menyediakan dana bantuan bagi negara anggota yang mengalami defisit yang bersifat sementara dalam neraca pembayaran.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai IMF, maka kegiatan-kegiatan utama IMF terdiri atas hal-hal berikut ini.
a. Memonitor kebijakan nilai tukar uang negara anggota.
b. Membantu negara anggota mengatasi masalah yang berkaitan dengan neraca pembayaran.
c. Memberikan bantuan teknis dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas institusi serta sumber daya manusianya.
Bantuan juga diberikan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan makroekonomi serta perubahan struktural yang relatif.
2 ) IBRD ( International Bank for Reconstruction and Development )

IBRD disebut juga World Bank atau Bank Dunia. IBRD merupakan organisasi pemberi kredit kepada negara-negara anggota untuk tujuan pembangunan. IBRD didirikan pada tanggal 27 Desember 1947 dan berkedudukan di Washington DC, Amerika Serikat. IBRD berusaha mengumpulkan dana dari para anggota untuk dipinjamkan kepada para anggota yang memerlukan dana untuk pembangunan.Pinjaman yang dibiayai oleh IBRD hanya ditujukan untuk proyekproyek yang positif.

3 ) WTO ( World Trade Organization )

WTO atau organisasi perdagangan dunia adalah organisasi internasional yang bertugas untuk menata dan memfasilitasi lalu lintas perdagangan antarnegara serta mengatasi perselisihan perdagangan antarnegara. WTO dibentuk pada tahun 1995 sebagai pengganti dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT). GATT me-rupakan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan yang dibentuk tahun 1947. Tujuan didirikannya GATT ialah untuk mengurangi hambatan perdagangan antarnegara dengan memerhatikan kepentingan negara yang melakukan transaksi perdagangan. GATT dibubarkan di Jenewa, Swiss pada tanggal 12 Desember 1995. Pembubaran GATT dilakukan setelah organisasi ini berjalan berdampingan dengan WTO. WTO didirikan untuk melaksanakan tugas-tugas berikut ini.

a. Memantau pelaksanaan perjanjian dagang.
b. Mengevaluasi kebijakan perdagangan nasional negara anggota.
c. Sebagai forum negoisasi perdagangan dan aktif menangani setiap konflik perdagangan yang terjadi.
d. Memberikan bantuan teknik dan pelatihan untuk negara-negara berkembang.
e. Melakukan kerja sama dengan organisasi internasional lainnya.

4 ) FAO ( Food and Agricultural Organization Organization)

FAO adalah organisasi internasional yang bergerak di bidang pangan dan pertanian. FAO didirikan tanggal 16 Oktober 1945 dan berkedudukan di Roma, Italia. Tujuan didirikannya FAO untuk meningkatkan jumlah dan mutu pangan serta menyelenggarakan persediaan bahan makanan dan produksi agraris internasional. Indonesia sebagai anggota FAO pernah menerima penghargaan atas keberhasilannya dalam meningkatkan produksi beras.
5 ) IFC ( International Finance Corporation Corporation)
IFC merupakan bagian dari Bank Dunia. IFC bertugas memberikan bantuan modal kepada pengusaha-pengusaha swasta yang dijamin pemerintahannya serta membantu menyalurkan investasi luar negeri ke negara-negara sedang berkembang. IFC berdiri pada tanggal 24 Juli 1956 dan pusatnya di Washington, Amerika Serikat.
6 ) ILO ( International Labour Organization Organization)

ILO atau Organisasi Perburuhan Internasional yang bertugas mempromosikan keadilan sosial serta hak buruh. ILO dibentuk oleh Liga Bangsa-Bangsa Melalui Traktat Versailes (Treaty of Versailles) pada tahun 1919. Prinsip yang digunakan ILO sebagai dasar kegiatannya adalah perdamaian abadi dapat dicapai jika didasarkan pada keadilan sosial. ILO sebagai salah satu organisasi perburuhan dunia akan memperjuangkan hal-hal berikut ini.

a) Penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
b) Standar hidup yang lebih baik.
c) Kondisi kerja yang manusiawi.
d) Kesempatan kerja.
e) Keamanan ekonomi.
Adapun produk yang dihasilkan ILO baik berupa peraturan atau kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, terdiri atas hal-hal berikut ini.
a. Batasan lama bekerja ialah 8 (delapan) jam/hari.
b. Perlindungan terhadap tenaga kerja wanita (ibu) yang sedang hamil.
c. Pengaturan tentang pekerja anak-anak.
d. Peningkatan keselamatan kerja.
e. Penciptaan kondisi kerja yang kondusif.
ILO memiliki dua lembaga penting dalam melaksanakan kegiatannya yakni Lembaga Studi Perburuhan dan Pusat Pendidikan Internasional. Lembaga Studi Perburuhan menyelenggarakan pendidikan dan riset tentang kebijakan sosial dan perburuhan. Adapun pusat pendidikan internasional menyediakan program hasil rancangan para direktur dan ahli lainnya yang memimpin lembaga kejuruan dan teknis. ILO dalam menjalankan kegiatannya juga menjalin kerja sama baik dengan pemerintah, pengusaha, dan organisasi pekerja. Kerja sama ini dilakukan melalui proyek promosi tenaga kerja, pengembangan SDM, produktivitas, hubungan industri, dan pendidikan bagi pekerja.
7 ) UNDP ( United Nations Development Program )

UNDP adalah organisasi di bawah PBB yang bertugas memberikan sumbangan untuk membiayai program-program pembangunan terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. UNDP dibentuk pada bulan November 1965.
8 ) UNIDO ( United Nations Industrial Development Organization Organization)
UNIDO merupakan organisasi pembangunan PBB yang bertujuan untuk memajukan perkembangan industri di negara-negara berkembang yaitu dengan memberikan bantuan teknis, program latihan, penelitian, dan penyediaan informasi. UNIDO didirikan pada tanggal 24 Juli 1967. UNIDO berkedudukan di Wina, Austria. Selain organisasi-organisasi ekonomi di atas terdapat pula organisasi internasional lainnya yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Akan tetapi organisasi tersebut tidak berada di bawah naungan PBB. Berikut ini bentuk-bentuk lembaga internasional di bidang ekonomi.
1 ) OPEC ( Organization of Petroleum Exporting Countries)
OPEC adalah organisasi negara-negara pengekspor minyak. OPEC didirikan atas prakarsa lima negara produsen terbesar minyak dunia, yaitu Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela, pada pertemuan tanggal 14 September 1960 di Baghdad, Irak. OPEC berkedudukan di Wina, Austria. OPEC mempunyai beberapa tujuan berikut ini.
a. Menyatukan kebijakan perminyakan antara negara-negara anggota.
b. Memenuhi kebutuhan dunia akan minyak bumi.
c. Menstabilkan harga minyak dunia.
d. Menentukan kebijakan-kebijakan untuk melindungi negara-negara anggota.
OPEC berupaya menstabilkan harga minyak di pasar internasional dan menjamin kesinambungan pasokan minyak kepada negara-negara konsumen. Salah satu cara untuk menjaga stabilitas pasar minyak internasional adalah melalui penentuan kuota (batas tertinggi) produksi minyak berdasarkan kesepakatan negara anggota. Misalnya, apabila permintaan minyak dunia meningkat atau salah satu negara anggota OPEC mengurangi produksinya, maka negara anggota OPEC lain dapat secara sukarela meningkatkan produksi minyaknya untuk menghindari lonjakan harga yang tidak terkendali. Dalam perdagangan internasional, OPEC menguasai 55% minyak dunia. Karena itu OPEC memegang peranan penting dalam masalah perminyakan internasional, terutama dalam hal menaikkan dan menurunkan tingkat produksinya. Di samping itu OPEC juga terlibat aktif dalam usaha peningkatan perdagangan internasional serta koservasi lingkungan. Negara-negara anggota OPEC antara lain Arab Saudi, Irak, Iran, Kuwait, Venezuela, Nigeria, Uni Emirat Arab, Qatar, Alberia, Indonesia, Aljazair, dan Lybia.
2 ) OECD ( Organization for Economic Cooperation and Development Development)
OECD merupakan organisasi yang bergerak di bidang kerja sama ekonomi dan pembangunan. OECD didirikan pada tahun 1961. Tujuan OECD adalah membentuk kerja sama ekonomi antarnegara anggota. Anggota OECD antara lain Amerika Serikat, Autralia, Austria, Kanada, Jepang, Meksiko, Denmark, Italia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Norwegia, Swedia, Swiss, Turki, Slowakia, Polandia, Selandia Baru, Inggris, Luksemburg, Irlandia, Ceko, Portugal, Belgia, Korea Selatan, Finlandia, Hongaria, dan Yunani.
C. Dampak Kerja Sama Ekonomi Antarnegara dalam Perekonomian Indonesia
Kerja sama ekonomi yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia, baik yang sifatnya regional maupun internasional, tentunya akan memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia. Berikut ini dampak dari kerja sama ekonomi antarnegara.
1. Dampak Positif Kerjasama Ekonomi Internasional terhadap Perekonomian Negara
a. Meningkatkan Keuangan Negara
Kerja sama ekonomi antarnegara dapat memberikan banyak manfaat bagi Indonesia, salah satunya di bidang keuangan. Melalui kerja sama ini Indonesia memperoleh bantuan berupa pinjaman keuangan dengan syarat lunak yang digunakan untuk pembangunan. Dengan demikian, adanya pinjaman keuangan otomatis dapat meningkatkan keuangan negara.
b . Membantu Meningkatkan Daya Saing Ekonomi
Kerja sama ekonomi dapat menciptakan persaingan yang sehat di antara negara-negara anggota. Persaingan yang sehat ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan produsen tiap negara dalam menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing dengan negara-negara lain. Keberhasilan bersaing suatu negara ditingkat regional dan internasional pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian negara yang bersangkutan.
c . Meningkatkan Investasi
Kerja sama ekonomi antarnegara dapat menjadi cara menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Banyaknya investor yang mau menginvestasikan modalnya di Indonesia dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan Indonesia. Selain itu, banyaknya investasi dapat juga menambah lapangan kerja baru, sehingga jumlah pengangguran dapat berkurang.
d . Menambah Devisa Negara
Kerja sama ekonomi antarnegara khususnya di bidang perdagangan dapat meningkatkan devisa negara. Devisa diperoleh dari kegiatan ekspor barang. Semakin luas pasar akan semakin banyak devisa yang diperoleh negara, sehingga dapat memperlancar pembangunan negara.
e . Memperkuat Posisi Perdagangan
Persaingan dagang di tingkat internasional sangat berat. Hal ini disebabkan adanya berbagai aturan dan hambatan perdagangan di setiap negara. Untuk itu perlu adanya kerja sama ekonomi. Sehingga dalam kerja sama tersebut perlu dibuat aturan per-dagangan yang menguntungkan negara-negara anggotanya. Dengan demikian adanya aturan tersebut dapat memperlancar kegiatan ekspor dan impor dan menciptakan perdagangan yang saling menguntungkan. Akibatnya posisi perdagangan dalam negeri semakin kuat.
2. Dampak Negatif Kerjasama Ekonomi Internasional terhadap Perekonomian Negara
a. Ketergantungan dengan Negara Lain
Banyaknya pinjaman modal dari luar negeri daspat membuat Indonesia selalu tergantung pada bantuan negara lain. Hal ini akan menyebabkan Indonesia tidak dapat menggembangkan pembangunan yang lebih baik.
b. Intervensi Asing Terhadap Kebijakan Ekonomi Indonesia
Sikap ketergantungan yang semakin dalam pada negara lain, dapat menyebabkan negara lain berpeluang melakukan campur tangan pada kebijakan-kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Jika kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah mendapat campur tangan negara lain, hal ini dapat merugikan rakyat.
c. Masuknya Tenaga Asing ke Indonesia
Alih teknologi yang timbul dari kerja sama ekonomi antarnegara memberi peluang masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Jika hal ini terjadi tenaga kerja Indonesia menjadi tersingkir dan dampaknya terjadi banyaknya pengangguran.
d. Mendorong Masyarakat Hidup Konsumtif
Barang-barang impor yang masuk ke Indonesia mendorong masyarakat untuk mencoba dan memakai produk-produk impor. Hal ini akan mendorong munculnya pola hidup konsumtif. Read more "KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL..."
 

Free Blog Templates

Powered By Blogger

Blog Tricks

Powered By Blogger

Easy Blog Tricks

Powered By Blogger

Great Morning ©  Copyright by @rifin Design Blog | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks